Kongres HMI; Membayar Hutang Kepada Sultan Pontianak, Oleh Andi Kurniawan Sangiang (Kandidat Ketua Umum PB HMI Periode 2023 – 2025)

Jejak18news.com – Kongres HMI Ke 32 telah dibuka oleh Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo pada Jum’at 24 November 2023 lalu. Meski telah dibuka oleh Presiden beberapa hari lalu, namun hingga saat ini sidang Kongres HMI baru menyelesaikan Pleno I.

Sebagai salah satu Kandidat Ketua Umum PB HMI, saya tentu selalu menyimak perkembangan dinamika Kongres dari waktu ke waktu. Hingga hari ini Rabu 29 November saya memutuskan untuk memasuki arena Kongres di bumi Khatulistiwa Kota Pontianak, Kalimantan Barat.

Sekitar jam 16.30 saya dan beberapa teman mulai beranjak dari ruang tunggu bandara Soekarno Hatta untuk naik ke pesawat Garuda, kebetulan seorang teman telah berbaik hati memesankan Tiket Pesawat Garuda. Tiket ini sangat mewah bagi aktivis yang masih berjuang seperti saya.

Hendak naik di tangga pertama, saya mengangkat kepala secara langsung terbaca kata “Garuda”, satu persatu menapaki tangga menuju seat 36 J, saya jadi teringat hubungan antara Kota Pontianak dan Garuda. Dalam hati saya bergumam, oh ya, jika tak ada Pontianak mungkin tidak ada Lambang Garuda bagi republik.

Jelas saja demikian. Jika mendengar kata Pontianak, orang lebih sering mengidentikannya dengan Pulau Kalimantan, bumi khatulistiwa atau kini dikenal juga dekat dengan Ibu Kota Negara yang baru. Juga dikenal dengan makanannya seperti bubur pedas, jorong-jorong atau pengkang. Bagi publik HMI Kota Pontianak tidaklah asing, sebab salah satu mantan Ketua Umum PB HMI, alm. Mulyadi P Tamsir merupakan putra Kalimantan Barat. Mari kita bacakan surah Al-fatihah untuk almarhum.

Orang tidak banyak yang tahu bahwa keistimewaan Pontianak melampaui letak geografis, sumberdaya alam, makanan dan begitu banyak keunggulan lainnya yang juga seringkali dipamerkan seperti oleh daerah-daerah lain. Orang tidak banyak yang tahu bahwa Pontianak merupakan sang Pelopor Lambang Negara. Melalui Sultan Abdurrahman Hamid Alkadrie (Sultan Hamid II) atau Sultan Pontianak, Pontianak telah menyumbang sesuatu yang sangat berarti bagi republik. Sultan merupakan Tokoh utama dibalik keberadaan Lambang Garuda sebagai lambang negara Indonesia.

Sultan Pontianak II Lahir di Pontianak pada tanggal 12 Juli 1913. Sosok Sultan Pontianak nyaris tak terdengar sama sekali dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, apalagi bagi generasi saat ini, hampir tidak pernah menjadi diskursus sejarah bangsa. Padahal sang Sultan merupakan desainer lambang negara Indonesia Burung Garuda, yang kemudian sering kita kenal dengan Garuda Pancasila.

Pasca perang kemerdekaan Indonesia periode 1945-1949, Indonesia dianggap sudah harus memiliki lambang negara. Presiden Soekarno kemudian membentuk panitia pembuatan lambang negara yang kemudian dikenal dengan Panitia Lencana Negara, yang berisi Sultan Hamid II, Mohammad Yamin, Ki Hajar Dewantara, M A Pellaupessy, Moh Natsir dan RM Poerbatjaraka.

Saat itu, pemerintah mengadakan sayembara untuk rancangan lambang negara. Sayembara tersebut akhirnya memutuskan dua buah rancangan yang dianggap bagus, yaitu karya Muhammad Yamin dan juga Sultan Hamid II. Karya Muhammad Yamin ditolak karena masih terdapat gambar sinar matahari yang dianggap masih membawa unsur Jepang.

Setelah terpilih lambang karya Sultan Hamid, Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Muhammad Hatta segera mengadakan penyempurnaan terhadap rancangan Sultan. Salah satu penyempurnaan tersebut ada pada pita yang dicengkram oleh sang Garuda. Jika versi Sultan Hamid II adalah pita merah putih, maka diganti dengan pita merah putih dan bertuliskan Bhineka Tunggal Ika. Saat itu Indonesia menjadi negara Republik Serikat (RIS) karena itu terdiri dari Presiden dan Perdana Menteri, dan Sultan merupakan salah satu Menteri Negara.

Setelah melalui berbagai masukan dan penyempurnaan, maka tanggal 11 Februari 1950, Presiden Soekarno akhirnya menyetujui rancangan Sutan Hamid II, pada 15 Februari 1950 Soekarno memperkenalkan lambang negara tersebut kepada masyarakat umum di Hotel Des Indes Jakarta, dan untuk terakhir kalinya, dibuatlah patung besar Garuda dari bahan perunggu yang sudah dilapisi dengan emas. Kemudian, patung Garuda tersebut disimpan di dalam ruang Kemerdekaan Monumen Nasional hingga sekarang. Garuda pun resmi sebagai lambang negara republik Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 1951.

Saat ini kita sebagai anak bangsa selalu berbangga dengan Garuda Pancasila, saya merasa bersyukur dan beruntung bisa menapakan kaki di bumi tempat kelahiran sang Sultan.

Barangkali tidaklah berlebihan, jika saya menyebut kita semua telah berhutang kepada Pontianak, Sultan telah berbuat cukup besar. Sultan dan Pontianak telah berjasa bagi penyulut nasionalisme, patriotisme dan kebanggaan kita pada bangsa ini. Kini saatnya republik membayar hutang, membalas budi kebaikan dan prestasi yang telah ditorehkan oleh sang Sultan.

Kongres HMI XXXII di Kota Pontianak harus dijadikan momentum untuk melunasi hutang tersebut. Dinamika Kongres HMI haruslah konstruktif, berkualitas dan memberikan rekomendasi-rekomendasi strategis bagi pembangunan bangsa.

Sekali lagi, sepertinya juga tak berlebihan dan sungguh layak, Jika saya dalam Kongres HMI kali ini ingin mewacanakan HMI merekomendasikan Sultan Hamid II sebagai Pahlawan Nasional. Wacana ini harus dipelopori HMI sebagai anak muda bangsa Indonesia, sebagai bentuk penghargaan terhadap seorang yang berjasa besar bagi republik.

Saatnya saya, saatnya kita semua, saatnya anak muda, saatnya HMI membayar hutang republik pada Pontianak.

Alhamdulillah sekitar jam 18.30 waktu Kalimantan Barat saya keluar dari Bandara Supadio, dan penuh hikmad menapakan kaki di tanah kelahiran Sultan. ***

 

Pos terkait